Wednesday, May 25, 2016

Tugas Rangkuman Buku Filsafat Ilmu Bab 4 Struktur Penulisan Ilmiah (Kelompok 2, 2KA41)

FILSAFAT ILMU
BAB 4 STRUKTUR PENULISAN ILMIAH

15 Jarum Sejarah Pengetahuan
Pernahkah Anda mendengar seorang tukang obat menawarkan panacea (obat segala macam penyakit) di kaki lima yang berkata, “Untuk urat kaku, pegel linu, darah tinggi, sakit bengek, eksim, keputihan, sukar tidur, hilang nafsu makan, kurang jantan makanlah tablet ini tiga kali sehari, diguyur dengan air minum,  yang hamil dilarang makan?” Raja obat yang mampu mengobati segala macam penyakit ini adalah warisan dari zaman dulu, di mana pada waktu itu, pembedaan antara wujud yang satu dengan yang lain, belum dilakukan. Pada masyarakat primitif, pembedaan antara berbagai organisasi kemasyarakatan belum tampak, yang diakibatkan belum adanya pembagian pekerjaan. Seorang ketua suku, umpamanya, bisa merangkap hakim, penghulu yang menikahkan, panglima perang, guru besar atau tukang tenung. Sekali kita menempati status tertentu dalam jenjang kemasyarakatan maka status itu tetap, ke mana pun kita pergi, sebab organisasi kemasyarakatan pada waktu itu hakikatnya hanya satu. Jadi sekali menjadi seorang ahli maka seterusnya dia akan menjadi seorang ahli. Seorang ahli di bidang peternakan ayam akan dianggap ahli dalam masalah perkawinan, kebatinan, perdagangan, ekonomi, seks, kenakalan remaja dan entah apa saja.

“Jadi kalau sekarang kita melihat seorang profesor psikiatri mencantumkan gelarnya waktu main ketoprak, maka gejala ini  dapat dianggap sebagai sindrom tempo doe/oe, kan?" tanya seoang peserta seminar.

“Tahu jawab si pembawa makalah, “habis contohnya irofesor psikiatri, sih, jadi membuka lorong ke arah penafsiran yang lain." (Semua tertawa kecuall teman saya dari fakultas psiko-logi). Jadi kriteria kesamaan dan bukan perbedaan yang menjadi konsep dasar pada waktu duiu. Semua menyatu dalam kesatuan yang batas-batasnya kabur dan mengambang. Tidak terdapat jarak yang jelas antara objek yang satu dengan yang lain. Antara wujud yang satu dengan yang lain. Konsep dasar imi baru me-ngalami perubahan fundamentai dengan berkembangnya Abad Penalaran (The Age of Reason) pada pertergahan abad Sebelum Darwin menyusun teori evolusinya kita meng-anggap semua makhiuk adalah serupa yang diciptakan dalam waktu yang sama. Jadi adalah wajar saja kalau dalam kurun waktu itu tidak ter-dapat perbedaan antara berbagai pengetahuan. Pokoknya segala apa yang kita ketahui adalah pengetahuan, apakah itu cara mem-buru gajah, cara mengobati sakit gigi, menentukan kapan mulai bercocok tanam atau biografi para dewa di kayangan. Pokoknya semua adalah satu apakah itu obyeknya, metodenya atau keguna-annya. Metode "ngelmu" yang akhir-akhir ini rnu|ai pop iagi. yang tidak membedakan antara berbagai jenis pengetahuan, mungkin dapat dianggap sebagai metode yang bersifat universal pada waktu itu. Dengan berkembangnya Abad Penalaran rnaka konsep dasar berubah dari kesamaan kepada pembedaan. Mulailah terdapat perbedaan yang jelas antara berbagai pengetahuan, yang menga-kibatkan timbulnya spesialisasi pekerjaan dengan kosektlensk)ya mengubah struktur kemasyarakatan. Pohon pengetahuan mulai dibeda-bedakan paling tidak berdasarkan apa yang diketahui, bagairnana cara mengetahui dan untuk apa pengetahuan itu dipergunakan. Salah satu cabang pengetahuan itu yang berkembang menurut jalannya sendiri 2dalah ilmu yang berbeda dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya terutama dalam segi metodenya. Metode keiimuan adalah je!as sangat berbeda dengan ngelmuyang meru-pakan paradigma dari Abad Pertengahan. Demikian juga ilmu dapat dibedakan dari apa yang ditelaahnya serta untuk apa ilmu dipergunakan. Diferenslasi dalam iimu dengan cepat terjadi. Secara metafisik ilmu mulai dipisahkan dengan moral. Berdasarkan obyek yang di-telaah mulai dibedakan iimu-limu alam dan iimu-iImu sosial. Dari cabang ilmu yang sekarang ini diperkirakan berkembang 650 ranting disiplin ke menimbula-"Saya adalah Dokto- - ' dalam abad spesialisasi ini seorang memperker tidak lagi ahli zoologi, atau ahli burung, bukan juga ahli betet, rr lainkan khas betet betina. "Ceritakan, Dok, bagaimana membedakan burung betet beti dan burung betet jantan!" "Burung betet jantan makan cacing betina sedangkan buru betet betina makan cacing jantan "Bagaimana membedakan caodin tina?" dan keaTil saya. E.-,:audara tar a kepad s ahli cacing Makir ciu:nya kapling masing-masing' disiplin keilmuan itu kan tidak menimbulkan masalah, sebab dalam kehidupan ny seperti pembangunan pemukiman manusia, maka masalah ya dihadapi menjadi demikian banyak dan bersifat jelimet. Mer hadapi kenyataan ini muncul lagi orang yang ingin memutar jarl sejarah kembali dengan jalan mengaburkan batas-batas otonc mc--sng-masing disiplin keilmuan. Dengan dalih pendekatan int dislpiiner maka berbagai disipiin keilmuan kemudian dikaburk batas-batasnya, perlahan-lahan menyatu dalam kesatuan ya berdifusi, seperti semboyan Tiga Musketir dari Alexandre Durm "Tours pour un, un pour tous! (Bahkan kapling moral mu digabungkan kembati dengan kapling ilmu secara metafisik). Pendekatan interdisipliner memang merupakan keharusan, r mur tijak dengan mengaburkan otonomi masng-masing disp yang telah berkembang berdasarkan route-nya masir ni&ainkan dengan menciptalKan paradigmal baru. Pa digma ini bukaniah jimu rriekmrrkan sarana berpkr jimi seperti logika, maternatika, statistika, dan bahasa. Setelah Pera Dunia 11 muncullah paradigma "konsep sistem yarg diharapk sebagai alat untuk mengadakan pengkajian bersama antar-disip keilmuan. Jelastah bahwa pendekatan interdisipliner bukan me pakan fusi antara bebagai disipiin keilmuan yang akan menimi kan anarki keilmuan, mellainkan suatu federasi yang diikat ol suatu pendekatan tertentu.

Paradigma adalah konsep dasar yang dianut dan diamalkan oleh sth rnasyarakat tertentu termasuk masyarakat ilmuwan. Otonominya masing-masing, saling menyumbangkan analisisnya dalam mengkaji obyek yang menjadi telaahan bersama. "Ah," keluh sejarawan Hendrik Willem van Loon, "ingin saya menuliskan sejarah dengan satu suku kata.."2 "Satu suku kata mungkin tidak bisa," jawab seorang ilmuwan "namun mungkin ada kalimat yang patut diingat oleh mereka yang mendalami perkembangan ilmu." "Yakni ..." "Jangan putar jarum sejarah!"

16 Pengetahuan: Sebuah Catatan Perjalanan

Seandainya seseorang berkata kepada kita bahwa dia tahu bagaimana cara bermain gitar. maka seorang lainnya mungk bertanya, apakah pengetahuan anda itu merupakan ilmu? Tentu. saja dengan mudah dia dapat menjawab bahwa pengetahu bermain gitar itu bukanlah ilmu, melainkan seni. Demikian juga sekiranya seseorang mengemukakan bahwa sesudah mati sernt. manusia akan dibangkitkan kembali, akan timbul pertanyaan serupa. Apakah pengetahuan tentang sesuatu yang bersit transendental yang menjorok ke luar batas pengalaman manus itu dapat disebut ilmu? Tentu saja jawabnya adalah "tidak". seba pengetahuan yang berhubungan dengan masalah semacam adalah agama.

Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yg kita ketahui tentang segala sesuatu, termasuk ke dalamnya ada ilmu. Jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia, di samping berbagai pengetahuan lainny seperti filsafat, seni dan agama. Seorang anak kecil pun tela mempunyai pengetahuan sesuai dengan tahap pertumbuhan da kecerdasannya. Penelitian terakhir bahkan menemukan bahwa bayi pun mengembangkan bahasanya sendiri. Dan bahas; sebagaimana kita ketahui. adalah asal muasal pengetahuan.

Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tak langsung turut memperkaya kehidupa kita. Sukar untuk dibayangkan bagaimana kehidupan manusi seandainya pengetahuan itu tidak ada, sebab pengetahuan mert pakan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang munci dalam benak kita. Apa yang harus kita lakukan sekiranya anak kita demam panas dan menderita kejang? Lagu nina bobo apa yang harus kita nyanyikan agar dia tertidur lelap setelah dia kenyang? Sekiranya insan yang sangat kita cintai itu direnggut maut ke mana_kita mesti berpaling dalam temaram kemelut?

Tiap jenis pengetahuan pada dasarnya menjawab jenis perta­-nyaan tertentu yang diajukan. Oleh sebab itu, agar kita, dapat memanfaatkan pengetahuan maka harus kita ketahui jawaban apa saja yang mungkin bisa diberikan olehnya. Atau dengan kata lain, perlu kita ketahui kepada pengetahuan mana saja suatu pertanyaan yang kita punyai harus kita ajukan.

Sekiranya kita bertanya "apakah yang akan terjadi sesudah nanusia mati?", maka pertanyaan itu tidak bisa diajukan kepada Imu melainkan kepada agama. Sebab secara ontologis ilmu nembatasi diri pada pengkajian obyek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia, sedangkan agama memasuki pula daerah penjelajahan yang bersifat transedental yang berada di luar pengalaman kita. Ilmu tidak bisa menjawab pertanyaan itu sebab lImu dalam tubuh pengetahuan yang disusunnya memang tidak mencakup permasalahan tersebut. Atau jika kita memakai analogi computer maka komputer ilmu memang tidak diprogramkan untuk tu. Itulah sebabnya maka manusia mengembangkan berbagai pengetahuan sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Salah satu pengetahuan yang dikemangkan itu adalah ilmu yang menjadi pusat bahasan kita.
Pengetahuan yang Dapat Diandalkan
Tentu saja pada dasarnya kita boleh mengajukan pertanyaan kepada siapa saja, seperti kalau kita sesat jalan dan bertanya kepada seseorang yang kebetulan nongkrong di tikungan: Eh, tahukah anda jalan ke Kebayoran Lama? Kalau yang kita tanyai u seorang yang ramah dan dididik untuk bersimpati dengan yang yang sedang kesusahan serta suka menolong ala kadarnya jika barangkaii ia akan menjawab, "Mungkin arah ke sana!" Dan ditunjukkanlah jalan ke Kebayoran Baru sebab dia sebenarnya iga tidak tahu, dan hanya karena didorong oleh aspek kulturalnya aja, maka ia menjawab begitu. Jawaban seperti itu tentu saja dak menolong kita dari kesesatan, tetapi kita masih bisa tenang­mang saja, toh kita masih di Jakarta. Namun bagaimana jadinya alau kita ingin ke surga tetapi malah ditunjukkan jalan ke neraka?
Jadi pada hakikatnya kita mengharapkan jawaban yang benar dan bukannya sekedar jawaban yang bersifat sembarang saat Lalu timbullah masalah, bagaimana caranya kita menyusun p ngetahuan yang berar? Apakah kriteria kebenarannya? Dalam sumber mana kita mendapatkan pengetahuan. Masalah inffi yang dihadapi ilmu dalam mengembangkan dirinya menjE pengetahuan yang dapat diandalkan. Untuk itu ilmu berpatil kepada filsafat untuk memperoleh landasan bagi kegiatan ilmia nya. Dalam bab terdahulu kita telah membahas aspek-aspt kefilsafatan mengenai hal tersebut dan ilmu meminjam konse konsep filsafat untuk membangun epistemologinya. Epistemolo adalah landasan kefilsafatan yang membahas prosedur untt memperoleh pengetahuan.
Setiap jenis pengetahuan dicirikan oleh tiga pikiran dasar kefilsafatan yakni apa yang ditelaahnya (ontologi), bagaimaimana caranya memperoleh pengetahuan dan untuk apa pengetahuE. itu dipergunakan (axiologi)2. Untuk menentukan ketiga dasar  filsafatan itu maka pertanyaan pertama adalah apakah fun, kegunaan dari pengetahuan tersebut serta pada wilayah mata penjelajahan pengetahuan akan dilakukan. Fungsi kegunaan pi ngetahuan terkait dengan epistemologi sedangkan wilayah penjelajahan terkait dengan ontologi. Oleh sebab itu kita tidak mungkin membahas epistemologi tanpa ontologi, dan demikian sebaliknya, tidak mungkin membahas ontologi tanpa epistemology.
limu berniat mempelajari alam sebagaimana adanya yang terbatas pada lingkup pengalaman kita. Pengetahuan dikumpulkan oleh ilmu dengan tujuan untuk menjawab permasalahan keh dupan yang sehari-hari dihadapi manusia. Pengetahuan yang diperoleh dan disusun itu dijadikan acuan dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam kehidupan. Pengetahuan ilmiah juga diterapkan dalam mengembangkan teknologi yang memberi kan kemudahan bagi manusia.
Untuk itu maka manusia mempelajari alam sebagaimana adat-iya dan menarik kesimpulan melalui pengamatan pancainder dan penalaran akalnya. Dia mendeskripsikan berbagai gejala alam dan mencoba menjelaskan pengaruh gejala yang satu terhadap gejala lainnya. Penjelasan ini penting sebab dengan Memahami sebab-musabab dan hukum sebab-akibat maka dia dapat melakukan intervensi terhadap alam. Bukan itu saja bahkan dengan berbekal penjelasan ini maka dia dapat meramalkan gejala alam sebelum terjadi dan demikian dapat melakukan tidakan untuk mengontrolnya. Artinya, dengan pengetahuan jiah maka manusia mampu mendeskripsikan, menjelaskan, maramalkan dan mengontrol gejala alam. Itulah sebenarnya titik berangkatan penjelajahan pengetahuan i(miah yang sekali­is merupakan titik akhir perjalanannya
Kalau kita menoleh jauh ke belakang maka masalah yang manusai adalah bahwa kita hidup dalam suasana tidakpastian dengan alam yang sukar diramalkan. Dalam perja­ian waktu manusia mencoba mengumuli masalah ini sesuai dengan tahap perkembangan kecerdasannya. Masalah yang diha­pi ilmu sekarang ini pada hakikatnya adalah sama dengan Isalah yang dihadapi nenek moyang kita, yakni, bagaimana ranya agar kita mampu meramalkan dan mengontrol gejala itu yang penuh dengan ketidak pastian ini.
Agar kita mampu meramalkan dan mengontrol sesuatu maka rtama-tama kita harus mengetahui mengapa sesuatu itu terjadi. mengapa terjadi tanah longsor? Mengapa terjadi kekurangan ikan di daerah yang lahannya gersang? Mengapa anak-anak tida menjadi gelisah pada masa Sturm und Drang? Untuk bisa uTamalkan dan mengontrol sesuatu, maka kita harus menguasai pegetahuan yang menjelaskan peristiwa itu. Dengan demikian ,ka penelahaan ilmiah diarahkan kepada usaha untuk men­aatkan penjelasan mengenai berbagai gejala alam.
Penjelasan yang dituju penelaahan ilmiah diarahkan kepada sihubungan daiam kaitan sebab akibat dan bukan substansi keluruhan dari hubungan tersebut. Umpamanya kegiatan ilmiah ini mengetahui mengapa secangkir kopi yang diberi gula menjadi manis rasanya. Hubungan antara gula dan kopi yang menyebabkan rasa manis itulah yang menjadi pokok pengkajian.

Antara Ilmu dan Seni
Seni, pada sisi lain dari pengetahuan, mencoba mendeskripsik sebuah gejala dengan seluruh kehadiran dan maknanya. ilmu mencoba mengembangkan sebuah model yang sederhara mengenai dunia empiris dengan mengabstraksikan menjadi beberapa variabel yang terikat dalam sebuah hubungan yang bersifat rasional, maka seni mencoba mengungkapkan keseluruhan realitas obyek sehingga menjadi bermakna kepada kehidupan manusia. Untuk itu seni tidak terikat kepada metoc tertentu seperti ilmu melainkan mendasarkan kepada kreativit untuk mengungkap realitas dari berbagai segi dan sudut pandan Seni, menurut Mochtar Lubis, merupakan produk dari  inspirasi dan daya cipta manusia yang bebas dari cengkeram dan belenggu berbagai ikatan. Model pengungkapan dalam seni, sekiranya karya seni dapat diibaratkan sebuah modEl adalah bersifat menyeluruh dan rumit namun tidak bersifat siste matik. Karena itulah maka kita tak bisa mempergunakan modal tersebut untuk meramaikan dan mengontrol gejala alam. Tetap memang bukan itulah tujuan sebuah kegiatan seni. Karya yang ditujukan untuk manusia, dengan harapan, bahwa penciptaan dalam obyek yang diungkapkan mampu berkomunikasi dengan manusia yang memungkinkan dia menangkap pesan yang dibawa karya seni itu. Sebuah ciptaan yang maknanya tidak bersifat korryi nikatif, melainkan sekadar berarti bagi penciptanya sendi bukanlah merupakan karya seni, melainkan salah satu bentlneurosis.
Sebuah karya seni  baik biasanya mempunyai  pesan yang ingin disampaikan kepada manusia. Pesan ini tidak disampaikan secara argumentatif seperti apa yang dilakukan melainkan secara persuasif dalam bingkai estetik yang cantik.

Ilmu mencoba mencarikan penjelasan mengenai alam menja kesimpulan yang bersifat umum dan impersonal. Sebaliknya, tetap bersifat individual dan personal, dengan memusatkan pelatiannya pada "pengalaman hidup manusia perseorangan" pengalarnan itu diungkapkan agar dapat dialami orang lain dengan jalan "menjiwai" pengalaman tersebut. Itulah sebabnya, data Dante, seorang pelukis yang ingin mengungkapkan sebuah bentuk tetapi tidak dapat menjiwainya, takkan dapat menggam­barkannya Penjiwaan atas pengalaman orang lain itulah yang akan mem-pengaruhi sikap dan peri laku kita, seperti disimpulkan oleh Somerset Maugham, bahwa manusia memuliakan dirinya justru lewat pengalaman (penderitaan) orang lain.
Seni Terapan (Applied Arts) dan Seni Halus (Fine Arts)
Usaha untuk menjelaskan gejala alam ini sudah mulai dilakukan Oleh manusia sejak dulu kala. Diperkirakan bahwa nenek moyang kita pun tak kurang takjubnya memperhatikan berbagai kekuatan dalam yang terdapat di sekeliling mereka seperti hujan, banjir. topan, gempa bumi dan letusan gunung berapi. Mereka merasa tak berdaya menghadapi kekuatan alam yang sangat dahsyat yang dianggapnya merupakan kekuatan yang luar biasa ini. Dico­hanya untuk menjelaskannya dengan mengkaitkannya dengan makhluk yang luar biasa dan berkembanglah berbagai mitos tentang para dewa dengan berbagai kesaktian dan perangainya. gejaia alam merupakan pencerminan dari kepribadian dan kela­kuan mereka; dan karena pada waktu itu gejala alam sukar meramalkan, berkembanglah tokoh-tokoh supernatural yang berpe­angai demikian juga. Maka munculiah dewa-dewa yang pemarah, pen-dendam, atau mudah jatuh cinta. di samping berkesaktian yang luar biasa. Manusia pada taraf ini telah mencoba untuk me­lafsirkan alam fisik ini dan bahkan telah mencoba pula untuk mengontrolnya. Sesuai dengan pengetahuan mereka tentang gejala-gejala alam maka mengontrol timbuinya gejala yang berupa malapetaka adalah identik dengan mengarahkan kelakuan para dewa yang berkuasa. Maka bertumpuklah bermacam penganan  sajian (sesajen) di batas kampung atau simpang jalan; sebab dewa-dewa ini, meminjam perkataan Isaac Asimov, bukan saja urakan, aneh emosional dan mudah mengarnuk karena hal kecil melainkan juga mudah terpengaruh oleh "sogokar kekanak-kanakan'.9 Sogokan ini tentu saia sebanding den. lingkup kontrol yang diminta: dari segenggam garam. atau ke cian perawan atau bahkan, sampai pengorbanan jiwa dibantai di altar persembahan.
Kalau dipikir-pikir, kita mesti mengangkat topi kepada net moyang kita yang mencoba untuk menggali rahasia alam menempatkan kehidupan mereka di dalamnya. Mereka mengembangkan suatu sistem pengetahuan untuk menafsirkan gejala-gejala fisik dan mekanisme yang mengaturnya. Dapat diba yangkan betapa terlunta-luntanya manusia jika sekiranya sama sekali buta terhadap kekuatan alam yang terdapat sekeliling dirinya. Dengan mengembangkan penafsiran terte betapa pun primitif dan takhayulnya, mereka lalu mempunyai suatu pegangan. Bukan saja mengerti mengapa sesuatu te terjadi, namun lebih penting lagi, apa yang harus dilakukan hal ini tidak terjadi. Bukankah hal ini tidak berbeda dengan tujuan pengembangan ilmu pada kurun zaman kita ini?
Mengaitkan gejala alam yang sukar diramalkan dengan kepri badian manusia yang juga sukar diramalkan merupakan slk prestasi sendiri. Mereka bisa mengerti mengapa Dewa Hujan tiba tiba marah dan mencurahkan hujan dari langit sehingga hancurl panenan. Oh. rnungkin beliau sedang marah, sebab kita lu memberinya sesajen. Atau, beliau sedang berkiprah, berpera melawan Dewa Angin yang berbuat selingkuh. Dengan mengusai semua ini. maka mereka lalu bisa menerima, sebab bagaima pun ada juga logika di dalamnya. Sedemikian jauh penghayat, ini sampai beberapa waktu yang lalu angin topan yang timt sukar diramalkan sering diberi nama wanita. Mengapa? sebab memang demikianlah katanya sifat wanita! (Penulis buku ini ad lah seorang pria). Kebiasaan yang menyenangkan ini terpaksa dihentikan setelah kaum wanita berang dan menyatak protes. Dengan demikian maka nama-nama yang menggiurk seperti Cora atau Debby lalu menghilang dari acara ramak cuaca dan berganti dengan nama-nama pria yang tak cukt berharga untuk dikutip dalam buku yang ilmiah ini.
Tahap selanjutnya ditandai oleh usaha manusia untuk mencoba nenafsirkan dunia ini terlepas dari belenggu mitos. Mereka tidak 3 gi menatap kehidupan dari balik harum dupa dan asap keme­iyan. Mereka, seperti nyanyian Ebit G. Ade, tidak iagi berpaiing epada spekulasi macam-macam, namun bertanya langsung kepada angin, kepada awan dan rumput yang bergoyang". De­igan mempelajari alam seperti ini mereka mengembangkan iengetahuan yang mempunyai kegunaan praktis seperti untuk nembuat tanggul, membasmi hama dan bercocok tanam. Ber­embanglah lalu pengetahuan yang berakar pada pengalaman ierdasarkan akal sehat (common sense) yang didukung oleh netode mencoba-coba (trial-and error).
Perkembangan ini meyebabkan tumbuhnya pengetahuan yang disebut "seni terapan" (applied arts) yang mempunyai kegunaan 3 ngsung dalam kehidupan badani sehari-hari di samping "seni alus" (fine arts) yang bertujuan untuk memperkaya spriritual. >eradaban Mesir Kuno pada kurang lebih 3000 tahun Sebelum masehi telah mengembangkan irigasi dan dapat meramalkan timbulnya gerhana. Demikian pula peradaban-peradaban lainnya eperti Cina dan India terkenal dengan perkembangan seni terap­n yang tinggi. Sedangkan di Indonesia sendiri pada puncak ke­kayaan peradaban Majapahit dan Sriwijaya kapal-kapal mereka melayari berbagai samudra. Kemajuan ini, menurut logika­ya, harus didukung oleh seni terapan dalam pembuatan dan avigasi kapal yang tinggi pula. Candi-candi yang terserak di selu­Jh penjuru tanah air kita merupakan bukti lainnya mengenai etinggian mutu arsitektur nenek moyang kita.
Seni terpakai ini pada hakikatnya mempunyai dua ciri yakni ertama, bersifat deskripfif dan fenomenologis dan, kedua, ruang ngkup terbatas. Sifat deskriptif ini mencerminkan proses pengka­an yang menitikberatkan kepada penyelidikan gejala-gejaia yang ersifat empiris tanpa kecenderungan untuk pengembangan pos­Jlat yang bersifat abstrak. Jadi dalam seni terapan kita tidak lengenal konsep seperti gravitasi atau kemagnetan yang bersifat .oretis. Sifat terbatas dari seni terapan juga tidak menunjang erkembangnya teori-teori yang bersifat umum, seperti teori gra­itasi Newton dan teori medan elektromagnetik Maxwell, sebab ijuan analisisnya adalah bersifat praktis. Setelah secara empiris diketahui bahwa daun papaya bisa mengempukkar daging, at daun kumis kucing bisa menyembuhkan kencing batu maka pe ngetahuan pun lalu berhenti di situ. Seni terapan tidak mengem bangkan teori kimia atau fisiologi yang merangkum kedua gejela itu secara konseptual.

Di sinilah kita menemukan suatu mata rantai yang penting sekali dalam pengembangan ilmu mengapa ada peradaban yang mam pu mengembangkan ilmu secara cepat? Mengapa ada pera daban yang secara historis mempunyai tingkat teknologi yaitu tinggi namun tetap terbelakang dalam bidang keilmuan? Jam dari pertanyaan ini mungkin dapat dicari dari pola perkembangan selanjutnya dari pengetahuan yang merupakan seni terapan Pada peradaban tertentu perkembangan seni terapan ini sifatnya kuantita« artinya perkembangannya ditandai dengan terkum pulnya lebih banyak lagi pengetahuan-pengetahuan yang sejena Sedangkan pada peradaban Iain pengembangannya bersil kualitatif artinya dikembangkan konsep-konsep yang bersila mendasar dan teoretis. Sebagai ilustrasi katakanlah umpama dua tipe peradaban tersebut sedang mencari obat penyembuhan penyakit kanker. Peradaban yang berorientasi pada seni terapi akan melakukan penyelidikan secara mencoba-coba dari bermacam-macam daun-daunan atau jenis obat lainnya tanpa konsep yang jelas mengenai kegiatannya. Sebaliknya sebuah peradaban ilmiah akan memusatkan perhatiannya pada penemuan, konsep yang akan mengarahkan kegiatan selanjutnya.

Mungkin inilah sebabnya mengapa sebuah peradaban meskipun mempunyai kemampuan dalam seni terapan yang tinggi tidak mampu mengembangkan diri di bidang keilmuan. Sebab salah satu jembatan yang menghubungkan seni terapan dengan ilmu dan tekrologi adalah pengembangan konsep teoretis yang ber fat mendasar yang selanjutnya dijadikan tumpuan untuk pengei bangan pengetahuan limiah yang bersifat integral. Pengetahu tentang obat-obatan tradisional, umpamanya, yang kemanjura nya memang terbukti tidak menjurus ke arah berkembangn farmakologi sebab tidak terdapat usaha untuk lebih jauh menc jukan penjelasan teoretis mengenai proses kimiawi yang terja Dengan demikian maka pengetahuan yang satu terpisah d; pengetahuan yang lain tanpa diikat oleh suatu konsep ya mampu menjelaskan secara keseluruhan. Jadi kalau obat-obat tradisional berusaha menyembuhkan kanker dengan menco berbagai cara ramuan dan campuran maka farmakologi model Berusaha menembus kemacetan dalam pengobatan penyakit ini lewat pengembangan konsep dasar dalam perkembangan sel, terutama di bidang keilmuan biologi molekuler. Ilmu memang curang berkembang dalam peradaban Timur karena aspek kul­turalnya yang tidak terlaiu menganggap penting cara berpikir Ilmiah. Bagi masyarakat Timur, filsafat mengenai etikalah yang dianggap paling penting sebagai cara menuju kearifan (wisdom)."
Akal Sehat dan Metode Coba-coba
Akal sehat (comon sense) dan cara coba-coba (trial and error) mempunyai peranan penting daiam usaha manusia untuk nenemukan penjeiasan mengenai berbagai gejala alam. Ilmu dan filsafat dimulai dengan akal sehat sebab tak mempunyai landasan permulaan lain untuk berpijak. 12 Tiap peradaban betapapun primitifnya mempunyai kumpulan pengetahuan yang berupa akal sehat.13 Randall dan Buchler mendefinisikan akal sehat sebagai pengetahuan yang diperoleh lewat pengalaman secara tidak sengaja yang bersifat sporadis dan kebetulan. Sedangkan karakteristik akal sehat diberikan oleh Titus sebagai berikut: (1) karena landasannya yang berakar pada adat dan tradisi maka sehat cenderung untuk merupakan kebiasaan dan pengulan­lan; (2) karena landasannya yang berakar kurang kuat maka akal sehat cenderung untuk bersifat kabur dan samar-samar: dan (3) karena kesimpulan yang ditariknya sering berdasarkan asumsi yang tidak dikaji lebih lanjut maka akal sehat lebih merupakan pengetahuan yang tidak teruji.15 Berdasarkan akal sehat, adalah  masuk akal. bahwa setelah mengalami terbit dan terbenam­iya matahari untuk kemudian menyimpulkan bahwa matahari perrputar mengeliiingi bumi. itulah sebabnya banyak penemuan ilmiah yang mula-mula sukar diterima oleh masyarakat sebab pertentangan dengan akal sehat. Jadi akal sehat terlepas dari berbagai kelebihannya. mempunyai kekurangan yang harl diperhitungkan_ Dewasa ini masih banyak orarg yang berpalir kepada akal sehat dalam menjelaskan sesuatu meskipun d menguasai teori yang berkaitan dengan itu. Kalau hal ini terja dalam kehidupan sehari-hari maka kejadian seperti ini dapat dim( ngerti, namun kalau kejadian itu terjadi dalam kegiatan akademi maka gejala ini menunjukkan kurang mengakarnya pemikiran ke muan dalam kehidupan seseorang.
Rasionalisme dan Empirisme
Perkembangan selanjutnya dari akal sehat adalah tumbuhny rasionalisme yang secara kritis mempermasalahkan dasar-dasar pikiran yang bersifat mitos. Menurut Popper tahapan ini ada penting sekali dalam sejarah berpikir manusia yang meninggalkan tradisi dogmatik yang hanya memperkenankan hidupnya sa doktrin dan digantikan oleh doktrin yang bersifat majemuk (pi ralistik) yang masing-masing mencoba menemukan kebenaran secara analisis yang bersifat kritis.16 Jadi pada dasarnya rasis nalisme bersifat majemuk dengan berbagai kerangka pernikiran yang dibangun secara deduktif di sekitar obyek pemikiran tertentu Dalam menafsirkan suatu obyek pemikiran maka berkembang berbagai pendapat, aliran, teori dan mashab filsafat. Sukar sekali bagi manusia untuk memilih mana dari sejumlah penjelasan rasional tersebut sebab semuanya dibangun di atas argumental rasional yang bersifat konsisten. Mungkin saja kita bisa menga takan bahwa argumentasi yang benar adalah penjelasan yang mempunyai kerangka berpikir yang paling meyakinkan. Nama hal ini pun tidak bisa memecahkan persoalan, sebab kriteria penilaiannya dapat bersifat nisbi dan tidak terlepas dari unsur subyektif. Di samping itu rasionalisme dengan pemikiran ded tifnya sering menghasilkan kesimpulan, yang sahih bila ditinjau dari alur-alur logikanya, namun ternyata sangat bertentang; derigan kenyataan yang sebenarnya. Dalam contoh yang telah kita singgung terdahulu, Aristoteles menyimpulkan bahwa wanita mempunyai gigi yang jumlahnya lebih sedikit bila dibandingk dengan pria, padahal gerutu Bertrand Russell, bagi seseorang seperti dia yang pernah kawin dua kali seharusnya lebih tahu tentang
Kelemahan dalam berpikir rasioaal seperti itulah yang me nimbulkan berkembangnya empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan yang benar itu didapat dari kenyataan pengalamar Maka kegiatan berpikir pun beralih pemikiran abstrak yang bersifat deduktif kepada observasi dan logika induktif. Dipelopori oleh filsuf-filsuf Inggris maka berkembanglah cara berpikir empiris yang menjauhi spekulasi teoretis dan metafisis. Metafisika menurut David Hume (1711-1776) adalah "khayal dan dibuat buat" yang selayaknya "diumpamakan ke lidah api yang menjilati Namun cara berpikir empiris ini pun tidak luput dari kelemahan sebab induksi murni tidak membawa kemajuan yang berarti pada perkembangan pengetahuan. Bukan saja induksi tidak dalam menghasilkan pengetahuan yang mendalam dan menyeluruh mengenai suatu objek pemikiran tetapi juga gagal memberikan penjelasan yang meyakinkan mengenai sebab akibat suatu hu bungan faktual. Umpamanya, jika kita hanya mempergunakan logika induksi, maka bisa saja sebuah penelitian menyimpulkan bahwa "kambing kencing di IKIP Rawamangun berkorelasi dengan banjirnya kampus Universitas Jayabaya".18 Namun ap kah artinya semua ini? Penjelasan apakah yang bisa diajukan oleh data empiris yang ternyata secara induktif menunjukkan korelasi?19
limu mencoba menafsirkan gejala alam dengan mencoba mencari penjelasan tentang berbagai kejadian. Dalam usaha me nemukan penjelasan ini terutama penjelasan yang bersifat mendasar dan postulasional, maka ilmu tidak bisa melepaskan diri dari penafsiran yang bersifat rasional dan metafisis. Peng kajian yang sekadar pada kulit luarnya saja tanpa berat mengemukakan postulat-postulat yang bersumber pada pena fsiran metafisis tidak akan memungkinkan kita sampai kepada teori ilmuan yang mendasar. Paling-paling mendapatkan pengeta­uan yang tidak berbeda jauh dari akal sehat meskipun lebih laju. !Imu mempunyai dua buah peranan, ujar Bertrand Russell, ada satu pihak sebagai metafisika sedangkan pada pihak lain sebagai akal sehat yang terdidik (educated common sense). La­i bagaimana caranya agar kita dapat mengembangkan ilmu yang mempunyai kerangka penjelasan yang masuk akal dan sekaligus mencerminkan kenyataan yang sebenarnya? Berkembanglah da­lam kaitan dengan pemecahan pemikiran ini metode eksperimen yang merupakan jembatan antara penjelasan teoretis yang hidup i alam rasional dengan pengujian yang dilakukan secara empiris. letode ini menggabungkan kedua cara berpikir yang sebelumnya rpisah satu dari yang lainnya.
Metode Eksperimen
Metode eksperimen ini dikembangkan oleh sarjana-sarjana Mus-an pada abad keemasan lslam; ketika ilmu dan pengetahuan mencapai kulminasi dalam peradaban Islam antara abad dan XII Masehi. Semangat mencari kebenaran yang dimulai oleh pemikir-pemikir Yunani dan hampir padam dengan jatuhnya kekaisaran Romawi dihidupkan kembali dalam kebudayaan lslam. jika orang Yunani adalah bapak metode ilmiah," simpul H.G. fells, "maka orang Muslim adalah bapak angkatnya". Dalam perjalanan sejarah maka lewat orang Muslimlah, dan bukan lewat thudayaan Latin, dunia modern sekarang ini mendapatkan keku­atan dan cahayanya.22

17 Struktur Pengetahuan Ilmiah

Pengetahuan yang diproses melalui metode ilmiah disebut pengetahuan ilmiah. Pengetahuan ini disusun secara akumulatif dan sistematik sehingga membentuk tubuh pengetahuan yang disebut teori.

Antara Dunia Fakta Dan Dunia Konsep

Fakta bisa disebut dengan unsur realitas empiris, yaitu kenyataan yang dapat ditangkap oleh pancaindera. Dalam penelitian, mencari fakta dilakukan untuk menyelesaikan studi yang terkait dengan permasalahan penelitian. Katakanlah, kita akan meneliti mengenai kerajinan tangan, dan kemudian apabila kita mencari fakta kerajinan tangan dalam teori ekonomi tidak akan kita temukan. Sebab dalam teori ekonomi tidak lagi mempermasalahkan fakta melainkan konsep. Jadi, dunia teori adalah dunia konsep dan bukan dunia fakta walaupun kita melihatnya dengan pancaindera.

Konsep adalah sekumpulan fakta yang telah direduksikan menjadi pernyataan abstrak. Sebuah konsep yang diimplementasikan menjadi suatu benda akan memiliki nilai tertentu. Secara konseptual nilai dibagi menjadi nilai intrinsik dan nilai ekstrinsik. Nilai intrinsik berarti bahwa sebuah benda tersebut memiliki nilai khusus atau istimewa bagi seseorang. Dan nilai ekstrinsik yaitu nilai luar yang beredar umum atau biasanya disebut nilai jual harga pasar misalnya Rp10.000.

Konsep: Acuan yang Menakjubkan

            Konsep adalah bahasa yang dipakai sesame ilmuan dalam menganalisis berbagai fakta. Berpikir dengan mengacu pada konsep atau menggunakan konsep sebagai dasar argumentasi disebut berpikir konseptual. Konsep mempunyai daya penjelasan yang luas dan meyakinkan sehingga dapat menjadi acuan yang menakjubkan.

Konsep dan Penjelasan

Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang diproses melalui prosedur yang disebut metode ilmiah. Dengan adanya prosedur dalam menjalankannya, mengembangkan kedisiplinan dalam menjalankan procedure keilmuan atau disebut disiplin keilmuan. Penyusunan pengetahuan ilmia bersifat akumulatif.

Metode ilmiah mempunyai mekanisme umpan balik yang bersifat korektif yang memungkinkan upaya keilmuan menemukan kesalahan yang mungkin diperbuatnya. Sebaliknya bila ternyata sebuah pengetahuan ilmiah yang baru itu benar, maka pernyataan ini digunakan sebagai premis dalam kerangka pemikiran yang menghasilkan hipotesis baru. Jika hipotesis ini benar, makan akan menghasilkan pengetahuan ilmiah yang baru pula.

Pada dasarnya ilmu dibangun secara bertahap dan sedikit demi sedikit dimana para ilmuan memberikan sumbangannya menurut kemampuannya. Tidaklah benar adanya anggapan bahwa ilmu dikembangkan hanya oleh para jenius yang bergerak dalam bidang keilmuan. Ilmu secara kuantitatif dikembangkan oleh masyarakat keilmuan secara keseluruhan.

Ilmu mempunyai kemampuan menjelaskan yang sangat efektif. Terdapat empat pola penjelasan yaitu deduktif, probabilistik, fungsional, dan genetik. Penjelasan deduktif mempergunakan cara berpikir deduktif dalam menjelaskan suatu gejala dengan menarik keimpulan secara logis dari premis-premis yang telah ditetapkan sebelumnya.penjelasan probabilistik merupakan penjelasan yang ditarik secara induktif dari sejumlah kasus yang tidak memberikan kepastian seperti penjelasan deduktif melainkan penjelasan yang bersifat peluang seperti “kemungkinan”,”kemungkianan besar”, atau “hamir dapat dipastikan”. Penjelasan fungsional merupakan penjelasan yang meletakkan sebuah unsur dalam kaitannya dengan sistem secara keseluruhan yang mempunyai karakteristik atau arah perkembangan tertentu. Penjelasan genetik mempergunakan factor-faktor yang timbul sebelumnya dalam menjelaskan gejala yang muncul kemudian.

Teori Ilmiah

Teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup deskripsi dan penjelasan mengenai suatu objek tertentu. Secara substantive teori terdiri dari subteori, hukum, prinsip, asas dan bentuk-bentuk lainnya. Secara semantik teori melambangkan abstraksi pemikiran tentang suatu objek dlam berbagai bentuk substantif. Beberapa teori yang bersifat spesifik biasanya digabungkan menjadi teori yang bersifat lebih umum.

Ilmu teoritis terdiri dari sebuah sistem pernyataan. [1] Sistem yang terdiri dari pernyataan-pernyataan itu agar terpadu secara utuh dan konsisten jelas memerlukan konsep yang mempersatukan. Dan konsep yang mempersatukan itu adalah teori. Makin tinggu ingkat keumuman sebuah konsp maka semakin teorities pula konsep tersebut. Tujuan akhir dari disiplin keilmuan adaah mengembangkan sebuah teori keilmuan yang bersifat umum, utuh dan koheren.

Teori Ilmu Sosial

Ilmu sosial terdiri dari berbagai teori yang dikembangkan secara terpisah dan terpilah yang mempunyai otoritas dalam cakupan yang sangat terbatas. Di bidang ilmu sosial pengembangan teorinya masih berada dalam taraf kualitatif meskipun pengukuran parameternya dilakukan secara kuantitatif. Namun, pendapat ini dapat ditolak bahwa dalam dalam analisis penerapannya tetap bersifat kualitatif. Analisis fakta empiris, apakah itu kualitatif atau kuantitatif hanyalah merupakan soal gradasi dan bukan soal substansi. Analisis kuantitatif memberikan gambaran yang lebih cermat dan terukur daripada analisis kualitatif.

Ilmu-ilmu sosial, dihadapkan dengan realitas sosial yang variatif dari satu tempat ke tempat lainnya, cenderung untuk tidak mengembangkan teori sosial yang bersifat nomotetis melainkan genetis. [2] Teori genetid ini pada hakikatnya merupakan deskripsi dari suatu objek penelaahan yang bersifat lengkap dan memberikan penjelasan fungsional antara berbagai unsur dari teori tersebut. Penalaran diperlukan dalam analisis ilmu sosial, sebab kemampuan memprediksi dan mengontrol tersebut tidak lagi terkait pada satu teori. Teori ilmu sosial yang bersifat genetis ini harus dapat dipergunakan sebagai premis dalam pemecahan masalah dengan mempergunakan prosedur logic-hypothetico-verifikatif agar kebenarannya dapat diuji secara ilmiah. Demikian juga kita dapat menerima bahwa teori ilmu sosial dinyatakan dalam pernyataan verbal yang bersifat kualitatif dengan fungsi mendeskripsikan tetap namun penerapannya dalam pemecahan masalah bersifat kuantitatif. Dan ilmu sosial, dalam perkembangan akhir-akhir ini, telah mengembangkan teknik kuantitatif ini dengan memadai.

Walaupun demikian harus disadari bahwa analisis kuantitatif dalam ilmu-ilmu sosial bukanlah tujuan akhir dari penelitian. Yang ingin diketahui melalui analisis kuantitatif itu adalah kesimpulan yang bersifat lebih cermat berdasarkan analisis yang terukur. Kesimpulan yang bersifat kuantitatif itu harus diterjemahkan kembali kepada pernyataan verbal.

Dari Homo sapiens ke Homo faber

Penelitian yang bertujuan untuk menemukan pengetahuan baru yang sebelumnya belum pernah diketahui disebut penelitian murni atau penelitian dasar. Sedangkan penelitian yang bertujuan untuk mempergunakan pengetahuan ilmiah yang telah diketahui untuk memecahkan masalah kehidupan yang bersifat praktis disebut penelitian terapan. Dengan memahami pengetahuan manusia mengembangkan teknologi atau peralatan yang berfungsi sebagai sarana yang memberi kemudahan dalam kehidupannya.

Manusia disebut homo faber (makhluk yang membuat peralatan) di samping Homo sapiens (makhluk yang berpikir) yang mencerminkan kaitan antara pengetahuan yang bersifat teoritis dengan teknologi yang bersifat praktis. Berbeda dengan ilmu pengetahuan lainnya, ilmu adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh manusia untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupannya.

Struktur Pengetahuan Ilmiah



Pengetahuan ilmiah dapat diibaratkan sebagi piramida terbalik yang melambangkan pengetahuan yang terus berkembang. Pada bagian yang paling dasar dari piraida tersebut terletak postulat. Postulat merupakan anggapan dasar tentang objek yang menjadi focus penelaahan kita. Anggapan dasar ini bertolak dari cara pandang kita terhadap objek tersebut. Postulat ini kebenarannya membutuhkan verifiksi empiris sebab postulat bukanlah sifat yang melekat pada objek yang kita telaah melainkan cara pandang kita terhadap objek tersebut. Lain halnya dengan asumsi yang merupakan anggapan dasar tentang realitas objek yang sedang kita telaah. Asumsi ini harus diverifikasi kebenarayya agar sesuai dengan realitas yang dimanifestasikannya. Walaupun demikian kedudukan postulat ini penting sekali sebab akan mempunyai kosekuensi pada langkah-langkah selanjutnya.

Setiap disiplin pengetahuan mempunyai postulat  tentang objek yang ingin dipelajarinya. Postulat ini dibentuk oleh objek forma (cara pandang) dan objek material pengetahuan ilmiah tersebut. Sebuah disiplin keilmuan dianggap mandiri bila mempunyai objek forma dan objek material yang spesifik yang membedakannya dengan disiplin keilmuan yang lain. Dari asumsi ini berkembang prinsip.

Sebuah teori yang berlaku dinegara tertentu belum tentu cocok dinegara yang lain. Teori yang dipilih harus berdasarkan kecocokan asumsi yang dgunakan. Itulah sebabnya maka dalam pengkajian ilmiah seperti penelitian dituntut untuk menyatakan secara tersurat postulat, asumsi, prinsip serta dasar-dasar pikiran yang digunakan dalam mengembangkan argumentasi. Semua kegiatan manusia pada hakikatnya dilandasi oleh pikiran dasar. Pikiran dasar dalam pengetahuan adalah postulat, asumsi, dan prinsip.

Teori Nomotetis dan Genetis

Diatas pemikiran dasar keilmuan, dibangunlah tubuh pengetahuan ilmiah. Tubuh pengetahuan ilmiah ini pada hakikatnya merupakan pengetahuan teoritis yang disusun secara sistematis. Teori ilmiah pada hakikatnya berfungsi mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksikan dan mengontrol gejala alam. Teori yang mampu melaksanakan keempat fungsi keilmuan ini secara lengkap dinamakan teori nomotetis.Teori genetis adalah teori yang bersifat mendeskripsikan dan menjelaskan namun tidak memprediksikan dan mengontrol.

18 Hakikat Ilmu

Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai karakteristik tersendiri. Pengetahuan mempunyai cabang pengetahuan yang salah satunya adalah ilmu.Cabang pengetahuan  yang lain selain ilmu adalah filsata,seni dan agama.

Pengetahuan

Pengetahuan memiliki terminology generic yang mempunyai cabang-cabang pengetahuan bersifat spesifik yang selain dicirikan oleh ontology, epistemology dan aksiologi tapi juga dicirikan oleh “cara pandang”.

Ontologi Ilmu

Cabang ilmu filsafat yang mempelajari hakikat realitas disebut metafisika. Metafisika terdiri atas ontology dan kosmologi. Aspek ontology menyajikan masalah fundamental dari realitas seperti ruang dan waktu sedangkan kosmologi mengkaji masalah mengenai keterkaitan seluruh entitas seperti keteraturan(order). Ontologi ilmu mencakup batas kajian yang dikaji ilmu dan prinsip penafsiran tentang realitas yang menjadi objek kajiannya. Anggapan dasar realitas disebut asumsi. Jadi realitas dicerminkan oleh karakteristik ontology dan asumsi keilmuan. Jadi pada kenyataan yang sebenarnya, realitas adalah jauh lebih rumit dan lebih luas dari realitas keilmuan tersebut. Ilmu mereduksi realitas agar mudah dianalisa.

Dari Fakta ke Teori

Unit analis ilmu adalah fakta yang merupakan unsure yang membentuk realitas. Fakta mempunyai karakteristik yang disebut data. Ilmu tidak hanya puas dengan mengetahui pola baku ini tetapi juga ingin menemukan penjelasan “mengapa dan bagaimana”. Teori ilmiah mampu memprediksi suatu kejadian dan mampu memberikan solusi untuk mengatasinya. Artinya kita bias melakukan usaha agar sesuatu kejadian dapat terjadi atau bahkan sebaliknya. Sesuatu disini dimaksudkan seperti peristiwa bencana atau lain-lain.

Teori dan Metode Ilmiah

Teori adalah pernyataan verbal yang merupakan abstraksi dari kejadian factual yang kasat mata ata panca indera. Teori berawal dari pengamatan manusia, dari pengamatan ini kita dapatkan pengetahuan yaitu pengetahuan factual, contohnya “apa itu mendung”. Jika “mendung menyebabkan hujan” bukan lagi pengetahuan factual akan tetapi kegiatan berpikir. Berpikir yang unit analisisnya adalah fakta dinamakan berpikir factual. Jika berpikir unit analisisnya fakta, maka dalam berpikir konsepsional unit analisisnya adalah konsep. Konsep adalah abstraksi dari sekumpulan fakta yang direduksi menjadi pernyataan verbal, itulah mengapa kita sebagai insan terdidik dituntut dapat berpikir secara konseptual.

Ilmu mengabstraksi fakta menjadi konsep dengan tujuan memperluas daya jangkau penjelasan. Adanya reduksi fakta menjadi konsep ini maka kegiatan berpikir kita menjadi lebih ekonomis. Teori ilmiah disusun di alam pikiran kita yang bersifatabstrak dan rasional. Inilah yang kemudian yang berkembang menjadi metode ilmiah yang menggabukan berpikir deduksi dan induksi jembatan hipotesis yang terkenal dengan sebutan logico-hipothetico-verifikatif. Ilmu memfokuskan kajian nya pada dunia empiris, jadi semua harus bermula dan berakhir di dunia empiric juga. Ilmu dapat disimpulkan sebagai pengetahuan ilmiah yang diperoleh melalui metode ilmiah yang digabungkan antara deduksi dan induksi dengan jembatan hipotesis. Dalam penelitia terapan, konteks penemuan berada di dunia empiris berupa hubungan factual yang merupakan kesimpulan induksi, sedangkan konteks justifikasi berada di dunia rasional berupa teori ilmiah yang memayungi penemuan tersebut.

Kegunaan Ilmu

Pengetahuan ilmiah diajarkan melalui serangkaian kegian belajar-mengajar dan pada akhir pendidikan diadakan evalusi untuk menilai sejauh mana pengetahuan ilmiah itu dikuasai. Fungsi pengetahuan bukan lah pengetahuan yang estetik, melainkan pengetahuan yang berguna sebagai acuan dalam memecahkan masalah secara praktis yang sesuai dengan kebutuhan. Berikut adalah hierarki teori kebutuhan Maslow :
1. Fisiologi
2. Rasa Aman
3. Afiliasi
4. Harga Diri
5. Aktualisasi Diri
Secara sederhana teori Maslow dapat dipresentasikan oleh 3 proposisi utama yakni :
Pertama,  perilaku manusia mendorong adanya kebutuhan.
Kedua, dalam momen tertentu manusia mungkin mempunyai beberapa kebutuhan namun hanya kebutuhanyang berprioritas tinggi yang diutamakan.
Ketiga, kebutuhan yang banyak menjakian beberapa kategori prioritas pemenuhan kebutuhannya.

Pengajuan Hipotesis berdasakan Teori Maslow

Pengetahuan ilmilah hakikatnya merupakan sumber pengethauan untuk mendapatkan jawaban sementara atau hipotesis. Hipotesis ini diturunkan dengan melalui penalaran deduksi dengan menggunakan proposisi teori ilmiah sebagai premisnya. Kita memilih-milih teori mana yang dapat digunakan untuk acuan memecahkan suatu masalah. Perbedaan mahasiswa tingkat akhir dengan taman kanak-kana adalah bahwa kita berpikir secara konseptual bukan hanya pada factual saja. Bila pada usia saat ini kita masih berpikir factual seperti anak-anak maka waktu yang kita habiskan selama ini dalam pendidikan adalah sia-sia. Dan hiptesis yang kita ajukan sebagai jawaban sementara terhadapa masalah yang dihadapi, harus kita verifikasi kebenarannya secara empiris dengan jalan melakukan penelitian. Yang perlu diingat adalah hipotesis ukan tujuan akhir permasalahan. Tujuan akhir penelitian akademik adalah merekomendasikan pemecahan masalah berdasarkan ‘”esis” yang telah teruji kebenarannya.  Hipotesis dapat diuji dengan regresi dan statistika. Pembahasan mengenai hal ini sering dinamakan implikasi penelitian,manfaat penelitian atau apa saja. Yang terpenting adalah memecahkan masalah dengan proporsi yang telah teruji kebenarannya.

Implikasi Penelitian

Sering ditemukan dalam penelitian akademis bahwa setelah hipotesis berhasil diuji penelitian seakan berhenti. Setelah kesimpulan penelitian dirumuskan maka implikasi dan saran dikemukakan namun hanya sekedar basa-basi. Dalam penelitian yang menhasilkan teori baru, tugas utama penelitian adalah menyusun dan menguji keabsahan teori tersebut. Jadi kita tidak usa lagi berpanjang-panjang membahas implikasinya. Namun bagi penelitian terapan yang bertujuan untuk memecahkan masalah tertentu maka menemukan hipotesis yang teruji hanyalah merupakan langkah awal untuk mengembnagkan masalah yang sebenarnya.

Tidak berkembangknya pemecahan masalah berdasarkan penelitian ini enyebabkan timbulnya terminology “penelitian verifikatif”. Artinya, apabila penelitian tifak memenumakan suatu teori yang baru maka penelitian hanya sekedar melakukan verifikasi terhadap teori yang sudah ada. Melakukan verifikasi teori hanya untuk verifikasi tidak banyak gunanya terkecuali “falsifikasi” terhadap suau teori. Falsifikasi ala Karl Popper ditujukan untuk menilai kebenaran teori dan bukan menggunakannya. Penelitian tetapan adalah penelitian yang menggunakan teori untuk pemecahan masalah dan bukan untuk menilai kebenaran teori yang kita pergunakan. Ilmu berfungsi tidak sekedar untuk mendeskripsikan, menjelaskan dan memprediksikan suatu gejala peristiwa, namun juga mengontrolnya. Dengan melakukan implikasi hasil penelitian meenjadi berbobot dan memberikan sumbangan yang berarti bagi pemecahan masalah yang menjadi topik bahasan.

Teori vs Kerangka Berpikir

Dalam penelitian ilmu-ilmu alam yang dilaksanakan di laboratorium, lingkungan penelitian dapat dikontrol secara fisik. Itulah sebabnya, jika penelitia ilmu-ilmu alam sangat tergantung kepada satu metode penelitian yakni metode eksperimen. Disamping itu metode eksperimen telah mampu mengembangkan berbagai desain eksperimen yang canggih yang memberikan keleluasaan bagi peneliti untuk mengontrol variable penelitiannya. Itu sebabnya maka dalam penelitian ilmu-ilmu alam yang menggunakan metode eksperimen, ilmuwan sudah “terkondisikan” untuk secara langsung menarik kesimpulan. Jadi tidak ada salahnya bilang dalam bidang keilmuan terdapat beberapa teori yang memnjelaskan suatu kejadian. Teori-teori ini dapat kita anggap sebagai kerangka berpikir yang kita evaluasi. Dalam ilmu-ilmu social masalah seperti ini sudah biasa terjadi. Mungkin terdapat perbedaan teori yang menjelaskan suatu kejadian yang sama, atau yang lebih sering terjadi, sama sekali tidak terdapat teori apa pun untuk menjelaskan permasalahan suatu kejadian tertentu. Menghadapai permaslahan ini kita harus mengembalikan pada situasi perkembangan ilmu-ilmu social saat ini. Teori kepemimpinan dalam ilmu menejemen termasuk dalam teori genetis. Teori ini mendeskripsikan berbagai segi dari kepemimpinan dalam organisasi. Jadi peneliti ilmu-ilmu social tidak usah terlalu berkecil hati bila ingin meneliti pengaruh budaya organisasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Terdapat perbedaan yang bersifat teknis dalam ilmu-ilmu social dalam menerapkan metodologi keilmuan yang sama. Kita harus membuka diri dan menyadari adanya perbedaan generik antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu social sebagaimana telah kita singgung di atas.

Penguasaan Sarana Berpikir

Salah satu kemampuan istimewa seorang manusia disbanding makhluk lain adalah kemampuan berbahasa. Melalui bahasa inilah manusia dapat menyampaikan buah pikirannya kepada orang lain. Metodologi juga telah berkembang dengan pesat sebagai alat untuk merancang penelitian  agar mendapat kesimpulan yang akurat dan sah. Semua sarana pengetahuan ilmiah ini harus dikuasai dengan baik agar prasyarat untuk menguasai teknologi dan ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu lah yang memiliki fungsi sebagai kerangka yang mempersatukan sarana berpikir ilmiah.

Keutuhan Pengetahuan

Pengetahuan ilmiah berkembang pesat disbanding pengetahuan yang lain. Dewasa ini kita berada di hutan pengetahuan yang dibuthkan suatu kejelian untuk membedakan pohon pengetahuan yang satu dengan lainnya mutlak diperlukan agar tidak tersesat. Kita dapat mengenal setiap bangunan dari rancangan bangunan pengetahuan yang terdiri dari 3 komponen yakni ontology, epistemology dan aksiologi masing-masing. Kebenaran ilmiah harus diperoleh melalui kejujuran yang merupakan asas moral. Ilmu dan teknologi yang diperoleh harus dipergunakan untuk kebaikan.

19 Metodologi Ilmiah : Epistemologi Pemecahan Masalah

Epistemologi adalah landasan kefilsafatan yang berkaitan dengan proses penemuan dan penyusunan pengetahuan. Epistemologi ilmu adalah bagian dari filsafat ilmu yang membahas proses dan penyusunan pengetahuan ilmu. Metode yang digunakan pengetahuan ilmiah dalam upaya memperoleh pengetahuannya dengan memperhatikan semua hal tersebut diatas adalah metode ilmiah. Metode menurut senn, merupakan sebuah prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Metodelogi adalah pengetahuan tentang metode atau lebih rinci lagi,kajian yang mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat sebuah metode.

Fakta : titik awal dan titik akhir penelaahan ilmiah

Berfikir merupakan kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan dan metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran untuk menghasilkan pengetahuan ilmiah. Metode ilmiah merangkum berbagai unsur pengetahuan lainnya yang membantu pikiran kita untuk menghasilkan pengetahuan yang sesuai kriteria keilmuan. Unsur pertama yang berkaitan dengan metode ilmiah ialah wilayah penjelajahan yang di cakup dalam kegiatan ilmiah serta penafsiran tentang realitas yang ada di dalam wilayah kegiatan itu. Objek penelaahan ilmu berada di dunia empiris. Unit analisis dunia empiris adalah fakta. Fakta adalah unsur realitas dan sebaliknya, totalitas makna membentuk realitas. Jadi,bagi ilmu realitas adalah kemampuan fakta yang dapat di jangkau oleh pancaindra. Konsepsi adalah gagasan atau idea yang mengabstraksikan dari fakta-fakta yang memungkinkan kita untuk memahami secara sekaligus berbagai fakta yang tercakup dalam konsepsi tersebut. Salah satu bentuk konsepsi adalah teori ilmiah yang mampu mendeskripsikan, menjelaskan, ,memprediksikan  dan mengontrol gejala alam.

Dari fakta ke teori

Paham empirisme berpendapat bahwa lewat proses induksi kita akan dapat menyusun teori ilmiah yang mampu menafsirkan secara konsepsional berbagai fakta di dunia empiris. Pendapat ini adalah tidak benar sebab induksi hanya mampu menarik kesimpulan kausal tentang hubungan faktual namun tidak mungkin menyusun teori bersifat konsepsional. Hipotesis adalah serangkaian pernyataan yang didedukasikan dari teori ilmiah yang kebenarannya dapat diuji di dunia empiris.

Deduksi Hipotesis

Katakanlah kita ingin melakukan verifikasi terhadap kebenaran “hukum pembentukan harga” dalam ilmu ekonomi yang menyatakan bahwa : 1) jika permintaan tetap sedangkan penawaran naik maka harga turun dan 2) jika permintaan tetap sedangkan penawaran turun maka harga akan naik. Hipotesis diajukan merupakan suatu dedikasi dari suatu pemikiran yang kebenarannya kita ingin verifikasi. Hipotesis yang bersifat definitif ini sering sekali dijumpai dalam peneliatan di negara kita. Hal ini di sebabkan oleh karena kita terbiasa mengajukan hipotesis tidak di dukung oleh kerangka berfikir melainkan melakukan lompatan intelektual dari masalah ke hipotesis.

Deduksi Nomologis, Deduksi Rasional dan Rational Choice Theory (RCT)

Ilmu-ilmu sosial telah meninggalkan upaya untuk menyusun suatu grand theory yang bersifat monistis seperti apa yang telah dilakukan talcott parson karena teori semacam ini hanya memberikan sedikit proposisi yang rinci untuk memperoleh hipotesis yang bisa dibuktikan. Teori semacam ini berguna sebagai kerangka acuan yang disebut sentizing concept yang mengarahkan peneliti pada variabel-variabel tertentu dalam penelitian. Teori yang lebih sederhana, yang disebut middle range theory (teori jalan tengah) yang di gagas oleh robbert merton, telah dicoba dan di kembangkan dalam ilmu-ilmu sosial. Sifat deskriptif dari teori kepemimpinan ini tidak memungkinkan kita untuk melakukan deduksi nomologis seperti yang dilakukan teori nomotetis. Untuk tujuan analisis, maka teori yang tidak bersifat nomotetis ini, kita sebut teoris genetis. RCT dikembangkan bersama oleh george homans(1961), peter blau(1964), dan coleman(1973). Dalam RCT, unit elementer dari kehidupan sosial adalah individu dan semua gejala sosial yang kompleks dapat dijelaskan melalui tindakan individu yang merupakan bagian dari sistem yang kompleks. RCT menganggap bahwa individu harus dapat mengantisipasi hasil dari berbagai alternatif yang dapat dilakukan dan memilih alternatif yang terbaik bagi dia. Maka tugas peneliti adalah mengkonstruksikan teori yang logis dan koheren yang memprediksikan tindakan manusia dengan asumsi bahwa manusia akan berfikir rasional.RCT dapat dipergunakan untuk mengembangkan model realtitas yang kebenarannya dapat diuji secara empiris. Mdel realitas ini dapat merupakan modifikasi dari model yang diturunkan dari teori nomotetis. Hasil penelitian yang bersifat estetik todak terlalu bermanfaat baik bagi pengembangan pengetahuan ilmiah maupun pemecahan masalah. Tujuan utam dari penelitian akademik bukanlah menguji hipotesis melainkan menyusun program aksi(action program) berdasarkan tesis yang telah diuji.

Epistemologi Pemecahan Masalah

Epistomologi penemuan teori baru adalah prosedur yang dilakukan melalui metode ilmiah untuk menemukan teori baru sebagaimana yang telah dibahas. Induksi dilakukan dalam rangka verifikasi hipotesis yang diajukan. Atau lebih tepat lagi, pengumpulan dan pengolahan data dalam rangka pemecahan masalah diarahkan oleh hipotesis yang diajukan. Hipotesis yang dideduksikan dari teori ilmiah dalam bentuk hipotesis akan diuji kebenarannya sebelum dijadikan dasar bagi pemecahan masalah selanjutnya. Baik epistemologi penemuan teori baru maupun epistmologi pemecahan masalah keduanya mempergunakan metode logicohypothetico-verifikatif. Induksi untuk menghasilkan teori baru tidak dilakukan epistemologi pemecahan masalah sebab memang epistemologi ini tidak bertujuan melakukan hal itu. Peneliti dalam epistemologi pemecahan masalah mencoba menemukan jawaban sementara dari deduksi berbagai teori ilmiah yang relevan sebelum turun ke lapangan untuk melakukan verifikasi induktif secara empiris. Epistemologi pemecahan masalah meninggikan cara berfikir rasional dan konseptual dengan tujuan memanfaatkan secara maksimal berbagai pengetahuan ilmiah yang telah dipelajari.

Evaluasi Kritis

Dalam epistemologi penemuan teori baru sekiranya hipotesis yang di deduksikan dari teori itu ditolak dalam proses verifikasi maka otomatis teori itu ditolak dalam proses verifikasi maka otomastis teori itu gugur sebab dianggap tidak benar. Lain halnya dengan epistemologi pemecahan masalah. Hipotesis yang ditolak bukan berarti bahwa konsep pemecahan yang diajukan itu tidak benar namun mungkin saja bahwa penolakan ini disebabkan oleh hal lain.

Kriteria Kebenaran dalam Kegiatan Keilmuan

Teori pragmatisme kita pergunakan dalam menilai kebenaran teori ilmiah yang selalu silih berganti sesuai dengan perkembangan pengetahuan ilmiah. Selama teori ilmiah mampu memberikan penafsiran terhadap gejala alam maka akan kita akui teori tersebut sebagai anggota khasanah pengetahuan ilmiah. Kriteria kebenaran keilmuan ini juga tercermin dalam membagi kegiatan menjadi dua wilayah yakni konteks penemuan dan konteks justifikasi (pembenaran). Artinya agar dapat dianggap memiliki kebenaran secara ilmiah untuk itu membedakan antara penelitian murni yang bertujuan menemukan teori baru dan penelitian terapan yang bertujuan memecahkan masalah dengan mempergunakan teori yang telah ditemukan. Epistemologi pemecahan masalah adalah prosedur yang bernaung dalam penelitian terapan dengan memanfaatkan teori-teori keilmuan yang telah di temukan. Bentuk pertama adalah epistemologi pemecahan masalah dengan konteks justifikasi didahulukan dan diikuti oleh konteks penemuan. Bentuk kedua adalah mendahulukan onteks penemuan yang diikuti oleh konteks justifikasi. Itulah sebabnya epistemologi ini dinamakan epistemologi penemuan ilmiah. Kedua bentuk epistemologi ini mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Epistemologi penemuan ilmiah merupakan bentuk epistemologi yang sekarang banyak digunakan di negara kita. Epistemologi ini mendahulukkan kesimpulan yang ditarik dari pengumpulan data dan selanjutnya dibahas untuk memberikan justifikasi terhadap penemuan empiris tersebut. Epistemologi pemecahan masalah merupakan bentuk epistemologi yang kurang dikenal di negara kita yang sebenarnya justru bersifat fungsional dalam pendidikan keilmuan. Dengan adanya konteks justifikasi didahulukan sebelum konteks penemuan maka peneliti dipaksa untuk berfikir secara konsepsional antisipasif dan nalar.

Berpikir Konsepsional,Nalar,dan Antisipasif

Dalam realitas kehidupan yang nyata jarang para pengambil keputusan mempunyai data yang lengkap yang dapat dijadikan dasar bagi pengambilan keputusan. Keputusan itu dilakukan berdasarkan pertimbangan rasional yang didukung oleh nalar yang bekerja baik. Kebanyakan kesimpulan yang diambil itu pada hakitkatnya merupakan hipotesis atau jawaban sementara yang akan diuji keampuhannya dalam memecahkan permasalahan praktis yang dihadapi. Kenyataan bahwa hipotesis teruji kebenarannya pada satu waktu, dan pada perjalanan waktu akan timbul hipotesis lainnya yang lebih maju, tidak menafikan kenyataan bahwa berpikir hipotesis mempunyai kegunaan yang nyata. Kalau pengambil keputusan tidak mampu berpikir nalar dan konsepsional dalam mencari pemecahan hipotesis terhadap permasalahan sehari-hari maka pendidikan keilmuan pada esensi yang paling penting telah gagal membentuk cara berpikir ilmiah.

Penguasaan Metode Ilmiah di Perguruan Tinggi

Disamping metodologi penelitian yang mengacu kepada metode ilmiah yang berasaskan logico-hyphotetico-verifikasi ini, yang sering disebut metode penelitian positivistik, terdapat berbagai metodologi penelitian yang mengacu kepada bentuk pemikiran lain umpamanya metodologi penelitian kualitatif. Pemikiran dalam keilmuan dapat dibagi ke dalam dua kategori yakni pemikiran nomotetik dan idiografik. Pengetahuan keilmuan bersifat nomotetik adalah pengetahuan ilmiah yang mempelajari fakta empiris dengan tujuan mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksikan dan mengontrol gejala alam. Pengetahuan keilmuan yang bersifat idiografik adalah pengetahuan ilmiah yang mempelajari “alam dan manusia dalam setting yang alamiah” dengan tujuan untuk mendapatkan pengertian ( understanding ) berdasarkan cara pandang manusia yang hidup dalam setting tersebut. Pengetahuan tahunan ilmiah yang bersifat idiografis ini mengacu kepada aliran filsafat fenomenologi yang dikembangkan oleh Edmund Husserl(1859-1938). Disiplin keilmuan kadang-kadang dibagi ke dalam kategori disiplin keilmuan nomotetis dan idiografis. Semua disiplin keilmuan ilmu-ilmu sosial dimasukkan ke dalam kategori disiplin keilmuan nomotetik terkecuali antropologi. Hanya antropologi yang dimasukkan ke dalam disiplin keilmuan idiografis. Pembagian kedalam dua kategori ini lebih di tekankan kepada prioritas dalam tujuan penyusunan tubuh pengetahuan ilmiahnya. Dewasa ini baik paradigma penelitian positivistik maupun kualitatif kedua-duanya diberikan dalam perguruan tinggi kita. Metode penelitian kualitatif ini sangat beragam umpamanya saja field research dalam sosiologi, etnografi dalam antropologi, naturalistik dalam pendidikan disamping berbagai metode penelitian lainnya seperti symbolic interactionist,inner perspective, the chicago shcool, interpretive dan etnometodologis. Semua program S1 (program sarjana) memprioritaskan paradigma penelitian positivistik, yang memungkinkan lulusan dari disiplin apa pun mempunyai kemampuan berpikir nalar, konsepsional, dan antisipatif yang diperlukan dalam pengambilan keputusan. Metodologi kualitatif bukanlah paradigma yang mengacu kepada teori dalam kegiatannya sebab sejatinya paradigma kualitatif bersifat mengembangkan teori(theory generating). Program S2 (program magister) dan S3(program doktor) dapat mempergunakan metodologi penelitian kualitatif untuk penelitian akademiknya. Dalam pembahasan mengenai metodologi ilmiah, umpamanya, betapa banyak pertimbangan yang harus kita lakukan agar kegiatan pembelajaran yang dilakukan sekarang akan memberikan manfaat yang maksimal di masa yang akan datang. Kita harus berupaya melihat ufuk kejauhan sebaik mungkin seperti apa yang dikatakan Macbeth “ Andaikan kau dapat menatap ke dalam benih-benih waktu dan mengatakan butir mana yang akan tumbuh dan mana yang akan layu”

20 Dikotomi Penelitian Akademik dan Profesional

The song is to the singer, and comes back most to him, the teaching is to the teacher, and comes back most to him
Walt Whitman, Leaves of Grass

Penelitian profesional dan akademik; keduanya berbeda dan untuk itu, keduanya memang harus dipisahkan. Tanpa pemisahan yang jelas maka penelitian kita terhadap entitas masing-masing akan menjadi samar dan mengelirukan. Tanpa pembeda yang jelas maka penelitian akademik kurang berfungsi sebagai sarana pendidikan dalam penguasaan keilmuan.

The Song not the Singer

Dalam penelitian profesional yang penting adalah hasilnya. Tanpa hasil penelitian yang nyata dan bermanfaat maka penelitian profesional tak ada artinya. Proses penelitian professional, berbeda dengan anggapan orang, adalah kegiatan yang tidak sistematis namun penuh dengan imajinasi dan kreativitas yang tidak ada dalam buku teks. Penelitian professional berarti menemukan dulu, kemudian memberikan justifikasi keilmuan.  Hal ini berarti proses penemuan bersifat sirkular, penuh pengulangan cek dan recek.

Setelah permasalahan penelitian dirumuskan maka langsug dilakukan pengumpulan data berdasarkan referensi yang ditulis dalam kajian pustaka. Hipotesis diajukan, namun hipotesis ini lebih berfungsi sebagai hipotesis statistis daripada jawaban sementara terhadap permasalahan yang diajukan. Setelah data dikumpulkan kemudian diolah dan disimpulkan sebagai kesimpulan penelitian. Kemudian diberikan penjelasan teoritis dalam pembahasan. Hal ini memberikan kemudahan kepada ilmuan karena tidak mengajukan hipotesis yang definitive sebelum pengumpulan data dilakukan setelah penemuan ditarik secara induktif dari data maka akan memberikan justifikasi yang mengacu pada teori-teori yang relevan serta memformat ulang seluruh proses penelitian sesuai kaidah keilmuan. Sering orang menafsirkan kajian pustaka dan justifikasi dan ini merupakan kekeliruan. Kekeliruan ini menyebabkan peneliti lupa memberikan justifikasi teorities dalam pembahasan yang menyebabkan penelitian ilmiah menjadi kurang berbobot.

The Singer not the Song

Penelitian akademik berbeda dengan penelitian professional yang mengutamakan output, harus lebih menekankan proses dalam pelaksanaannya. Penelitian akademik pada hakikatya bertujuan memberikan kemampuan kepada peserta didik untuk menguasai dan mempraktekkan segenap aspek keilmuan dari teori-teori ilmiah yang sudah dipelajarinya selama ini sesuai dengan hakikat keilmuan. Penelitian akademik bertujuan melatih kemampuan yang mencakup antara lain:
1. Menerapkan teori sesuai fungsinya
2. menyusun kerangka berpikir dalam menghadapi masalah
3. berpikir prediktif(hipotetis) berdasarkan kerangka berpikir yang argumentative dan nalar
4. kemampuan menyusun instrument penelitian dan kalibrasinya (validitas dan reabilitas)
5. kemampuan menyusun metodologi penelitian yang sesuai dengan permasalahan (metode penelitian, metode pengambilan contoh, dan metode analisis data)
6. menafsirkan kesimpulan data secara kritis dengan melakukan recek terhadap metodologi penelitian bila terdapat keraguan
7. menarik kesimpulan secara kritis terhadap hasil pengujian hipotesis
8. mengembangkan implikasi penelitian dalam upaya pemecahan masalah.

Bagi pengujian hipotesis netral bila datanya menunjukkan pengaruh positif atau negative maka hal itu tidak akan menjadi persoalan. Lain halnya dengan hipotesis definitive yang konsisten. Untuk itu dia tidak melakukan evaluasi kritis terhadap apa yang telah dilakukannya.hipotesis yang orisinal biasanya melawan arus dan betul-betul harus didukung oleh argumentasi yang kuat. Inilah kelebihan pendidikan dalam mengembangkan berpikir konseptual, nalar, dan antisipatif.

21 Science in Action

Tidak semua lulusan universitas, sejawatku
Kelak bekerja di lab dan melakukan riset
Kebanyakan mereka akan jadi PNS
Birokrat, pengusaha swasta atau pejabat public
Jadi pendidikan keilmuan
Bukanlah mengajarkan teori secara pasif
Melainkan berpikir nalar, konseptual, dan atisipasif

Jika anak bimbingan Anda
Hanya diajari observasi
Anda hanya mengasilkan Manusia Expost Facto
            Ketika musibah dating
            Baru kelabakan
            Membikin berbagai kajian

Jika anak didik anda
Hanya dilatih menghafal
Anda hanya menghasilkan Manusia Tape Recorder
            Ketika masalah muncul
Dia tidak mampu menalar
Hanya mengulang rekamannya diputar

Jadi suruhlah mereka sesekali
Magang dikantor ramalan cuaca
Melatih prediksi dan control
Untuk melihat
Science in action

Dan bukan seperti sekolah Anda
Yang menjadikan ilmu
Hanya sebagai
Science fiction

22 Kearah Diversifikasi Kegiatan Penelitian

Penelitian mempunyai peranan yang khas bila di kaitkan dengan kegiatan tertentu. Pada satu pihak, penelitian merupakan sarana edukatif bila dikaitkan dengan kegiatan pendidikan, dan dalam hal ini, kegiatan penelitian mencerminkan hakikat dan tujuan pendidikan yang dicapai. Aspek-aspek penelitian seperti bentuk penelitian, perumusan masalah, kajian pustaka, proses pengumpulan dan anaisis data, serta pengajian laporan penelitian yang mengacu pada tujuan penelitian yang diwujudkan dalam keiatan penelitian. Pada dasarnya penelitian dapat digolongkan ke dalam tiga kategori daar yaitu penelitian akademik, professional dan institusional. Penelitian akademik adalah penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti yang sedang berada dalam proses pendidikan. Penelitian professional adalah penelitian yang terlibat dalam kegiatan penelitian ini telah diproses kemampuannya lewat pendidikan yang telah selesai dijalaninya. Peneliti professional ini terdiri dari ilmuwan atau peneliti professional lainnya yang melakukan kegiatan sesuai bidang keahliannya.

Penelitian Akademik

Penelitian akademik dapat dianggap sebagi bagian integrak dari proses pendidikan atau latihan dalam membentuk manusia yang mempunyai kualifikasi kemampuan tertentu. Penelitian merupakan sarana edukatif dalam proses kegiatan pendidikan keilmuan yang ditujukan kearah penguasaan pengetahuan ilmiah tertentu. Pengetahuan ilmiah secara keseluruhan terdiri dari 4 bagian yakni pengetahuan filosofis mengenai hakikat ilmu, pengetahuan metodologis mengenai rincian pemrosesan ilmu, pengetahuan teoritis tentang tubuh pengetahuan yang telah disusun dan dipergunakan aplikasif pengetahuan ilmiah sebagai acuan dalam pemecahan masalah.

Penelitian akademik merupakan sarana edukatif sekaligus  dapat dirancang sebagai saran evaluasi. Penelitian akademik berfungsi sebagai media pengontrol kualitas agar anak didik kelak selesai dari studi yang memiliki kualitas yang ditentukan. Secara terinci maka penelitian merupakan sarana edukatif sekaligus sarana evaluatif apakah anak didik telah menguasai hal-hal berikut ini: (1) menguasai hakikat ilmu sebagai pengetahuan ilmiah yang mampu mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol gejala alam ;(2) menguasai metode ilmiah baik dalam penyusunan teori maupun metode pemecahan masalah; (3) mengetahui fungsi teori ilmiah sebagai acuan pemecah masalah;(4) menguasai pengetahuan teoritis yang relevan;(5) menguasai penalaran dalam deduksi hipotesis dengan mempergunakan premis;(6) menguasai metodologi penelitian dalam rangka pengujian hipotesis yang berupa (6-1) menguasai metode penelitian yang digunakan (6-2) menguasai metode penyusunan instrument (6-3) menguasai analisis data; (7) menguasai kemampuan untuk menyimpulkan dan menafsirkan kesimpulan (8) menguasai kemampuan untuk mengembangkan pemecahan masalah berdasarkan tesis (9) menguasai teknik penulisan dan teknik notasi ilmiah.

Validitas Internal vs Validitas Eksternal

Penelitian akademik cenderung lebih menekankan kepada nilai validitas internal daripada validitas eksternal. Validitas internal mencerminkan keabsahan dalam proses penemuan kebenaran baikdari segi rasionalitas maupun empirik. Validitas eksternal mencerminkan keandalan generalisasi temuan hasil penelitian untuk dapat diterapkan dalam populasi dan lingkup yang lebih luas. Produk utama dari kegiatan penelitian akademik manusia peneliti yang telah lulus dari proses pendidikan diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan baru yang mempunyai kegunaan teoritis maupun praktis meupun eksekutif pengambilan keputusan yang mampu berpikir konsepsioanl, nalar, dan antisipatif dengan mengacu kepada hakikat keilmuan.

Evaluasi Penelitian Akademik

Evaluasi pertama penelitian akademik dilakukan terhadap penelitian. Evaluasi kedua dilakukan terhadap instrument yang telah disusun. Dalam penelitian berpotensi untuk melakukan kesalahan. Kesalahan dalam penelitian di bagi dalam dua kategori yakni kesalahan metodologis dan kesalahan teknis. Kesalahan metodologis dalam penelitian tidak dapat diampuni dan alternatifnya adalah mengulang kembali penelitian itu. Kesalahan teknis biasanya tidak terlalu parah dan dapat diperbaiki tanpa harus mengulang kembali penelitian. Evaluasi selanjutnya yang sering dilakukan di perguruan tinggi adalah seminar hasil penelitian sebelum ujian dilaksanakan.

Penelitian Profesional

Penelitian ini tujuan utamanya adalah mendapatkan penemuan baru baik berupa pengetahuan maupun teknologi baru. Penemuan baru yang diperoleh dapat berupa produk seperti varitas tanaman baru atau obat jenis baru.

Ujian tertutup adalah ujian dalam arti yang sesungguhnya, dan bimbingan terakhir yang dilakukan oleh segenap anggota komisi ujian. Ujian, dalam artian bimbingan yang edukatif, ditunjukan agar mahasiswa memahami segenap langkah yang dilakukan dalam kegiatan penelitian akademik dan menyadari kesalahan yang mungkin dilakukan dalam proses penelitian.

Penelitian Kelembagaan

Penelitian kelembagaan tidak di maksudkan sebagai saran edukatif seperti penelitian akademik, taua di tunjukan untuk mendapatkan penemuan baru seperti  penelitian professional, melainkan difokuskan pada pemerolehan infromasi yang dipakai sebagai dasar bagi pengambilan keputusan . Sebuah lembaga, apakah itu instasi pemerintahan atau perusahaan swasta, membutuhkan informasi untuk pengambilan keputusan.

Baik internar maupun eksternal, harus dipenuhi. Contoh, dalam menemukan varitas tanaman baru atau jenis obat baru maka pengembangan prototype cukup dilakukan dalam skala kecil dan baru untuk mengembangkan profotipe tersebut menjadi produk final maka kita harus menelitinya dalam skala yang lebih besar untuk mendapatkan validitas eksternal yang jangkauan lebih luas.

Prosedur dan langkah-langkah yang sistematik dalam penelitian profesional tidak lagi diperlukan. Penelitian tidak dilakukan secara penelitian akademik yang bersifat one way ticket ( cuma sekali jalan ) namun dilakukan berulang-ulang, dengan cek dan re-cek, sampai kita mendapatkan kebenaran yang pasti. Kalau penelitian akademik bersifat linier dengan tahapan yang jelas dan terbakukan maka penelitian profesional bersifat spiral  yang bersifat konver-gen menuju hasil.

Catatan Akhir

Demikian juga dengan penelitian, kategori generic penelitian yangmempunyai tujuan yang berbeda-beda tidak lagi memenuhi persyaratan sesuai dengan tuntunan spesialisasi. Untuk itu kita mencoba membagi penelitian menjadi tiga cabang utama yakni penilitian akademik, professional dan institusional. Pembedaan ketiga bentuk penelitian ini secara tersurat semoga mendorong berkembangnya paradigm penelitian yang bersifat khas terutama penelitian akademik.

23 Dan Pendidikan Hanyalah Sebuah Nama

Analisis data yang dilakukan disesuaikan dengan tujuan kegunaan praktis dalam pengambilan keputusan. Analisis yang biasanya digunakan adala analisis deskriptif. Penelitian institusional juga tidak mutlak harus merupakan penelitian ilmiah, artinya, tidak memerlukan konteks justifikasi teoretis untuk memayungi, penemuan empiris. Penelitian dilaporkan dalam bentuk yang lebih bebas sesuai dengan kebutuhan dan tidak mutlak harus menggunakan teknik penulisan dan teknik notasi ilmiah.


Judul Buku: Filsafat Ilmu
Nama Pengarang: Jujun.S.Suriasumantri

Anggota Kelompok 2
Kelas 2KA41
Nama:
1.    Arifi Nurfauzi (11114616)
2.    Chandra Laksa Adhi (12114328)
3.    Eris (13114615)
4.    Farah Dina Zahra (13114933)
5.    Hardi Maulana (14114783)
6.    M. Rizal Agam (16114766)
7.    Risma Putri Fitrianti (19114514)
8.    Yudistiranda S.N.P (1C114525)


[1] Moritz Schlick, “The Task of the Philosophy of Nature,”Philosophy of Science, ed. Joseph J. Kockelmans(New York: The Free Press, 1968), hlm. 456.
[2] Penulis lain memberikan nama yang berbeda terhadap teori semacam ini..